MAKALAH BIOTEKNOLOGI LINGKUNGAN PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PABRIK MINYAK KELAPA SAWIT UNTUK PRODUKSI BIOGAS KURANGI PENCEMARAN LINGKUNGAN

MAKALAH
BIOTEKNOLOGI LINGKUNGAN
PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PABRIK MINYAK KELAPA SAWIT UNTUK PRODUKSI BIOGAS KURANGI PENCEMARAN LINGKUNGAN

A.    LATAR BELAKANG
Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam pengembangan perkebunan dan industri kelapa sawit karena memiliki potensi cadangan lahan yang cukup luas, ketersediaan tenaga kerja, dan kesesuaian agroklimat. Perkembangan bisnis dan investasi kelapa sawit dalam beberapa tahun terakhir mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Permintaan atas minyak nabati dan penyediaan biofuel telah mendorong peningkatan permintaan minyak nabati yang bersumber dari crude palm oil (CPO) yang berasal dari kelapa sawit. Hal ini disebabkan tanaman kelapa sawit memiliki potensi menghasilkan minyak sekitar 7 ton per hektar.
Jika Indonesia berhasil menjadi produsen utama CPO dunia, dengan memproduksi 18 juta ton CPO per tahun sebagaimana yang ditargetkan, maka akan di-hasilkan limbah cair pabrik minyak kelapa sawit (LCPMKS) sebanyak lebih dari 50 juta ton per tahun. LCPMKS merupakan sumber pencemar potensial yang dapat memberikan dampak serius bagi lingkungan, sehingga pabrik dituntut untuk menangani limbah ini melalui peningkatan teknologi pengolahan (end of pipe). Jumlah limbah cair yang dihasilkan oleh PMKS berkisar antara 600-700 liter per ton tandan buah segar (TBS). Limbah ini merupakan sumber pencemaran yang potensial bagi manusia dan lingkungan, sehingga pabrik dituntut untuk mengolah limbah melalui pendekatan teknologi pengolahan limbah (end of the pipe). Diantara upaya tersebut adalah pemanfaatan limbah cair PMKS dengan proses digester anaerob untuk memproduksi biogas.
Bahan organik dalam proses fermentasi anaerob (teknologi perombakan anaerob) dirombak oleh aktivitas mikroorganisme menjadi biogas. Produksi biogas dengan bahan LCPMKS memberikan berbagai keuntungan di antaranya pengurangan jumlah padatan organik, jumlah mikrobia pembusuk yang tidak diinginkan, serta kandungan racun dalam limbah. Di samping itu, residu biogas dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik non fitotoksin.
Pengolahan limbah cair pabrik minyak kelapa sawit menjadi biogas berkontribusi besar terhadap kelestarian lingkungan. Hal tersebut menjadi daya tarik  bagi penulis untuk lebih jauh membahas apa bahaya yang di tumbulkan oleh limbah cair dari pabrik minyak kelapa sawit, bagaimana cara pengolahannya menjadi biogas dan apa manfaatnya terhadap kehidupan manusia dan lingkungan.

B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat diambil beberapa masalah sebagai berikut :
1.      Apa limbah cair pabrik minyak kelapa sawit itu dan apa bahaya yang ditimbulkan bagi lingkungan dari limbah cair pabrik minyak kelapa sawit?
2.      Bagaimana proses pengolahan limbah cair pabrik minyak kelapa sawit menjadi biogas dan mikroorganisme apa yang berperan?
3.      Bagaimana manfaat dari proses pengolahan limbah cair pabrik minyak kelapa sawit menjadi biogas bagi lingkungan?

C.    TUJUAN
Berdasarkan masalah tersebut, beberapa tujuan dari pembuatan makalah ini, diantaranya :
1.      Mengetahui limbah cair pabrik minyak kelapa sawit dan bahaya yang ditimbulkan bagi lingkungan dari limbah cair pabrik minyak kelapa sawit.
2.      Mengetahui proses pengolahan limbah cair pabrik minyak kelapa sawit menjadi biogas dan mengetahui mikroorganisme yang berperan.
3.      Mengetahui manfaat dari proses pengolahan limbah cair pabrik minyak kelapa sawit menjadi biogas bagi lingkungan?

A.   
Limbah Cair Pabrik Minyak Kelapa Sawit Dan Bahaya Yang Di Timbulkan Bagi Lingkungan.
Gambar 1. Limbah cair dari pabrik kelapa sawit.

Limbah cair yang dihasilkan oleh pabrik minyak kelapa sawit berasal dari air kondensat pada proses sterilisasi, air dari proses klarifikasi, air hydrocyclone (claybath), dan air pencucian pabrik. Jumlah air bungan tergantung pada sistem pengolahan, kapasitas olah pabrik, dan keadaan peralatan klarifikasi. Limbah cair pabrik minyak kelapa sawit mengandung bahan organik yang relatif tinggi dan tidak bersifat toksik karena tidak menggunakan bahan kimia dalam proses ekstraksi minyak. Limbah cair pabrik minyak kelapa sawit umumnya bersuhu tinggi, berwarna kecoklatan, mengandung padatan terlarut dan tersuspensi berupa koloid dan residu minyak dengan kandungan biological oxygen demand (BOD) yang tinggi. Bila larutan tersebut langsung dibuang ke perairan sangat berpotensi mencemari lingkungan, sehingga harus dioleh terlebih dahulu sebelum dibuang, (Mujdalipah.2014).
Karakteristik limbah berdasarkan sifat fisik meliputi suhu, kekeruhan, bau, dan rasa, berdasarkan sifak kimia meliputi kandungan bahan organik, protein, BOD, chemical oxygen demand (COD), sedangkan berdasakan sifat biologi meliputi kandungan bakteri patogen dalam air limbah. Limbah dari industri dapat membahayakan kesehatan manusia karena dapat merupakan pembawa suatu penyakit (sebagai vehicle), merugikan segi ekonomi karena dapat menimbulkan kerusakan pada benda atau bangunan maupun tanam-tanaman dan peternakan, dapat merusak atau membunuh kehidupan yang ada di dalam air seperti ikan dan binatang peliharaan lainnya, dan dapat merusak keindahan (aestetika), karena bau busuk dan pemandangan yang tidak sedap dipandang terutama di daerah hilir sungai yang merupakan daerah rekreasi (Suhirman, 1994).
Sebagian besar senyawa kimia dalam air termasuk dalam kategori kimia organik maupun anorganik. Parameter kimia paling dominan dalam mengukur kondisi badan air akibat buangan industri. Oksigen mempunyai peranan penting dalam air. Kekurangan oksigen dalam air mengakibatkan tumbuhnya mikroorganisme dan bakteri. Bakteri berfungsi untuk merugikan zat organik dalam air. Dalam air terjadi reaksi oksigen dengan zat organik oleh adanya bakteri aerobik. Atas dasar reaksi ini dapat diperkirakan bahan pencemar oleh zat organik (Irvan, 2012).
Peningkatan produksi dan konsumsi dunia terhadap minyak sawit secara langsung dapat meningkatkan dampak negatif terhadap lingkungan. Pada proses produksi minyak sawit limbah berwujud padat, cair, dan gas dihasilkan dari berbagai stasiun kerja dari pabrik. Setiap ton tandan buah segar (TBS) yang diolah men jadi efluen sebanyak 600 liter. Limbah tersebut berdampak negatif terhadap lingkungan jika tidak dikelola dengan baik. Dewasa ini mulai diperkenalkan pengelolaan lingkungan yang bersifat pencegahan terhadap sumber-sumber dihasilkan limbah, seperti eco-efficient, pollution prevention, waste minimization, waste minimization atausource reduction. United Nation Environment Programme (UNEP) menggunakan istilah cleaner production atau produksi bersih sebagai upaya preventif dan intregrasi yang dilaksanakan secara berkesinambunan terhadap proses dan jasa untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi resiko terhadap manusia dan lingkungan.

B.     Proses Pengolahan Limbah Cair Pabrik Minyak Kelapa Sawit Menjadi Biogas dan Mikroorganisme Yang Berperan Dalam Proses Pengolahan.
Metode pengolahan limbah dapat dilakukan secara fisika, kimia, dan biologi. Pengolahan limbah secara kimia dilakukan dengan proses koagulasi, flokulasi, sedimentasi, dan flotasi. Proses kimia sering kurang efektif karena pembelian bahan kimianya yang cukup tinggi dan menghasilkan sludge dengan volume yang cukup besar. Sedangkan pengolahan limbah secara biologis dapat dilakukan dengan proses aerob dan anaerob. Secara konvensional pengolahan limbah cair PMKS dilakukan secara biologis dengan menggunakan kolam, yaitu limbah cair diproses dalam kolam aerobik dan anerobik dengan memanfaatkan mikrobia sebagai perombak BOD dan menetralisir keasaman cairan limbah.
Menurut Mujdalipah (2014) Pengolahan limbah cair PMKS secara konvesional banyak dilakukan oleh pabrik karena teknik tersebut cukup sederhana dan biayanya lebih murah. Namun pengolahan dengan cara tersebut membutuhkan lahan yang luas untuk pengolahan limbah. Efesiensi perombakan limbah cair PMKS hanya 60-70 % dengan waktu retensi yang cukup lama yaitu 120-140 hari. Kolam-kolam limbah konvensional akan mengeluarkan gas methan (CH4) dan karbon dioksida (CO2) yang membahayakan karena merupakan emisi penyebab efek rumah kaca yang berbahaya bagi lingkungan. Disamping itu kolam-kolam pengolahan limbah sering mengalami pendangkalan, sehingga baku mutu limbah tidak tercapai. Pengolahan limbah cair PMKS dengan menggunakan digester anaerob dilakukan dengan mensubtitusi proses yang terjadi di kolam anaerobik pada sistem konvensional kedalam tangki digester. Tangki digester berfungsi menggantikan kolam anaerobik yang dibantu dengan pemakaian bakteri mesophilic dan thermophilic. Kedua bakteri ini termasuk bakteri methanogen yang merubah substrat dan menghasilkan gas methan.
Fermentasi anaerobik dalam proses perombakan bahan organik yang dilakukan oleh sekelompok mikrobia anaerobik fakultatif maupun obligat dalam satu tangki digester (reaktor tertutup) pada suhu 35-550C. Proses  bidegradasi melalui beberapa tahapan yaitu proses hidrolisis, proses asidogenesis, proses asetogenesis, dan proses methanogenesis. Proses hidrolisis berupa proses dekomposisi biomassa kompleks menjadi gkukosa sederhana memakia enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme sebagai katalis. Hasilnya biomassa menjadi dapat larut dalam air dan mempunyai bentuk yang lebih sederhana. Proses asidogenesis merupakan proses perombakan monomer dan oligomer menjadi asam asetat, CO2, dan asam lemak rantai pendek, serta alkohol.  Proses asidogenesis atau fase non methanogenesis menghasilkan asam asetat, CO2, dan H2. Sementara proses methanogensesis merupakan perubahan senyawa-senyawa menjadi gas methan yang dilakukan oleh bakteri methanogenik. Salah satu bakteri methanogeneik yang populer dalam Methanobachillus omelianskii, (Mujdalipah.2014).
Proses biokonversi methanogenik merupakan proses biologis yang sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan baik lingkungan biotik maupun abiotik. Faktor biotik meliputi mikroba dan jasad aktif. Faktor jenis dan konsentrasi inokulum sangat berperan dalam proses perombakan dan produksi biogas. Sedangkan faktor abiotik meliputi pengadukan (agitasi), suhu, tingkat keasaman (pH), kadar substrat, kadar air, rasio C/N, dan kadar P dalam substrat, serta kehadiran bahan toksik (Mahajoeno, dkk, 2008). Diantara faktor abiotik di atas, faktor pengendali utama produksi biogas adalah suhu, pH, dan senyawa beracun.
Kehidupan mikroba dalam cairan memerlukan kedaaan lingkungan yang cocok antara lain pH, suhu, dan nutrisi. Derajat keasaman pada mikroba yaitu antara pH 5-9. Oleh karena itu limbah cair PMKS yang bersifat asam (pH 4-5) merupakan media yang tidak cocok untuk pertumbuhan bakteri, maka untuk mengaktifkan bakteri cairan limbah PMKS tersebut harus dinetralisasi. Penambahan bahan penetral pH dapat meningkatkan produksi biogas. Namun keasamannya dibatasi agar tidak melebihi pH 9, karena pada pH 5 dan pH 9 dapat menyebabkan terganggunya enzim bakteri (enzim teridir dari protein yang dapat mengkoagulasi pada pH tertentu). Peningkatan pH optimum akan memacu proses pembusukan sehingga meningkatkan efektifitas bakteri methanogenik dan dapat meningkatkan produksi biogas. Mahajoeno, dkk (2008) menyatakan menunjukkan bahwa pH substrat awal 7 memberikan peningkatan laju produksi biogas lebih baik dibandingkan dengan perlakuan pH yang lain. Peningkatan suhu  juga dapat meningkatkan laju produksi biogas. Mikroba menghendaki suhu cairan sesuai dengan jenis mikroba yang dikembangkan. Perombakan limbah dapat berjalan lebih cepat pada penggunaan bakteri thermophill. Suhu yang tinggi dapat memacu perombakan secara kimiawi, perombakan yang cepat akan dimanfaatkan oleh bakteri metahonogenik untuk menghasilkan gas methan, sehingga dapat produksi biogas. Peningkatan suhu sebesar 40 0C dapat menghasilkan 68,5 liter biogas (Mahajoeno, dkk, 2008).
Limbah cair mengandung karbohidrat, protein, lemak, dan mineral yang dibutuhkan oleh mikroba. Komposisi limbah perlu diperbaiki dengan penambahan nutrisi seperti unsur P dan N yang diberikan dalam bentuk pupuk TSP dan urea. Jumlah kandungan bahan makanan dalam limbah harus dipertahankan agar bakteri tetap berkembang dengan baik. Jumlah lemak yang terdapat dalam limbah akan mempengaruhi aktifitas perombak limbah karbohidrat dan protein. Selain kontinuitas makanan juga kontak antara makanan dan bakteri perlu berlangsung dengan baik yang dapat dicapai dengan melakukan agitasi (pengadukan). agitasi juga berpengaruh terhadap produksi biogas. Pemberian agitasi berpengaruh lebih baik dibandingkan tanpa agitasi dalam peningkatan laju produksi gas. Dengan agitasi substrat akan menjadi homogen, inokulum kontak langsung dengan substrat dan merata, sehingga proses perombakan akan lebih efektif. Agitasi dimaksudkan agar kontak antara limbah cair PMKS dan bakteri perombak lebih baik dan menghindari padatan terbang atau mengendap. Agitasi pada 100 rpm dapat meningkatkan produksi biogas.
Reaksi perombakan anaerobik tidak menginginkan kehadiran oksigen, karena oksigen akan menonaktifkan bakteri. Menurut Irvan (2012) Kehadiran oksigen pada limbah cair dapat berupa kontak limbah dengan udara. Kedalaman reaktor akan mempengaruhi reaksi perombakan. Semakin dalam reaktor akan semakin baik hasil perombakan. Kehadiran bahan toksik juga menghambat proses produksi biogas. Kehadiran bahan toksik ini akan menghambat aktifitas mikroorganisme untuk melakukan perombakan. Maka untuk memperoleh produksi biogas yang baik, kehadiran bahan toksik harus dicegah. Hasil produksi biogas juga ditentukan oleh faktor waktu fermentasi. Hal ini disebabkan untuk melakukan perombakan anaerob terdiri atas 4 (empat) tahapan. Untuk itu setiap proses membutuhkan waktu yang cukup. Pengaruh waktu fermentasi memberikan hasil yang berbeda pada produksi biogas. Semakin lama proses fermentasi, maka akan semakin tinggi produksi biogas.
C.    Manfaat Pengolahan Limbah Cair Pabrik Minyak Kelapa Sawit Menjadi Biogas Bagi Lingkungan.
Pengolahan limbah cair pabrik minyak kelapa sawit berkontribusi besar terhadap berkurangnya pencemaran lingkungan. Dengan tangki digesti, lahan kolam yang diperlukan sebagai wadah penanmpungan limbah cair tersebut. Hal tersebut secara tidak langsung mengurangi pencemaran tanah serta pencemaran udara, karena tanah yang diperlukan untuk menampung limbah cair daripabrik minyak kelapa sawit tidak sedikit, dan limbah cair yang didiamkan terlalu lama serta terkena sinar matahari secara langsung dapat menghasilkan zat CO2 dan CH4. Kedua zat tersebut merupakan zat efek rumah kaca.
Selain menghasilkan biogas, pengolahan limbah cair dengan proses digester anaerobik dapat dilakukan pada lahan yang sempit dan memberi keuntungan berupa penurunan jumlah padatan organik, jumlah mikroba pembusuk yang tida diinginkan, serta kandungan racun dalam limbah. Disamping itu juga membantu peningkatan kualitas pupuk dari sludge yang dihasilkan, karena sludge yang dihasilkan berbeda  dari sludge limbah cair pabrik minyak kelapa sawit biasa yang dilakukan melalui proses konvesional (Mujdalipah.2014). Kelebihan tersebut adalah : 1) Penurunan kadar BOD bisa mencapai 80-90 %. 2) Baunya berkurang sehingga toidak disukai lalat. 3) Berwarna coklat kehitam-hitaman. 4) Kualitas sludge sebagai pupuk lebih baik, yaitu : a. Memperbaiki struktur fisik tanah, b. Meningkatkan aerasi, peresapan, retensi, dan kelembaban, c. Meningkatkan perkembangbiakan dan perkembangan akar, d. Meningkatkan kandungan organik tanah, pH, dan kapasitas tukar kation tanah, dan e. Meningkatkan populasi mkroflora dan mkrofauna tanah maupun aktivitasnya.

Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan mengenai pengolahan limbah cair yang dihasilkan oleh pabrik minyak kelapa sawit menjadi biogas dapat disimpulkan bahwa :
1.      Limbah cair pabrik minyak kelapa sawit bersifat koloid, kental, coklat atau keabu-abuan dan mempunyai rerata kandungan COD, 49,0-63,6, BOD 23,5-29,3, TS 26,5-45,4 dan SS 17,1-35,9 g/L, sehingga berpotensi mencemari lingkungan.
2.      Limbah cair PMKS berpotensi besar untuk menghasilkan energi biogas yang dapat diperbaharui. Penggunaan sistem digester anaerob dapat memperoduksi biogas dengan lebih maksimal.
3.      Produksi biogas dipengaruhi oleh faktor biotik meliputi mikroba dan jasad aktif dan faktor abiotik meliputi pengadukan (agitasi), suhu, tingkat keasaman (pH), kadar substrat, kadar air, rasio C/N, dan kadar P dalam substrat, serta kehadiran bahan toksik.
4.      Kombinasi jenis dan konsentrasi inokulum terbaik untuk produksi biogas dari limbah cair pabrik minyak kelapa sawit, dengan volume substrat sebanyak 15 L, sistem curah skala laboratorium adalah jenis lumpur Limbah cair pabrik minyak kelapa sawit kolam II dengan konsentrasi 20% (LKLM II-20%), dimana total produksi biogas tertinggi sebesar 121 L.
5.      Desain perancangan tangki digester memperhatikan konstanta laju pertumbuhan mikroba maksimum dan menetukan waktu tinggal biomassa minimum.







DAFTAR PUSTAKA
Irvan, Bambang Trisakti, Michael Vincent, Yohannes Tandean.(2012). PENGOLAHAN LANJUT LIMBAH CAIR KELAPA SAWIT SECARA AEROBIK MENGGUNAKAN EFFECTIVE MICROORGANISM GUNA MENGURANGI NILAI TSS. Medan : Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara  Jl. Almamater Kampus USU Medan 20155, Indonesia. Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 1, No. 2 (2012)

Mahajoeno, Edwi. Bibiana Widiyati Lay, Surjono Hadi Sutjahjo, Siswanto. (2008). POTENSI LIMBAH CAIR PABRIK MINYAK KELAPA SAWIT UNTUK PRODUKSI BIOGAS. Bogor : Program Doktor, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor 16680.  Jurusan Biologi FMIPA, Universitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta 57126. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor 16680. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor 16124. ISSN: 1412-033X Volume 9, Nomor 1 Halaman: 48-52

Mujdalipah, Siti, Salundik Dohong, Ani Suryani, Amalia Fitria. (2014). PENGARUH WAKTU FERMENTASI TERHADAP PRODUKSI BIOGAS MENGGUNAKAN DIGESTER DUA TAHAP PADA BERBAGAI KONSENTRASI PALM OIL-MILL EFFLUENT DAN LUMPUR AKTIF. Bogor : Program Studi Pendidikan Teknologi Agroindustri, Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, Universitas Pendidikan Indonesia, Jl. Dr. Setiabudi No. 229, Bandung 40154. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor,Jl. Agatis, Kampus IPB Darmaga No. 302, Bogor 16680. Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Institut Pertanian Bogor,Kampus IPB Baranangsiang, Jl. Raya Pajajaran No. 1, Bogor 16153. Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Darmaga, PO Box 220 Bogor 16680. Agritech, vol. 34, no. 1.


Sahirman, S. 1994. Kajian Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit untuk Memproduksi Gas Bio. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana IPB.

Komentar

Postingan Populer